JAKARTA – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI menyampaikan Pendapat Mini atas Rancangan Undang-Undang tentang Penyesuaian Pidana dalam Rapat Komisi III DPR RI di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (02/12). Pendapat Mini disampaikan langsung oleh Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKS, Adang Daradjatun.

Dalam pemaparannya, Adang menegaskan bahwa RUU Penyesuaian Pidana merupakan mandat penting dari Pasal 613 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya untuk memastikan harmonisasi pemidanaan di seluruh tingkatan peraturan perundang-undangan.

Adang menekankan bahwa langkah harmonisasi pemidanaan merupakan aspek yang tidak dapat ditawar. Ia menyebut, tanpa peta harmonisasi yang jelas baik secara horizontal (dengan undang-undang sektoral) maupun vertikal (dengan peraturan daerah), kepastian hukum justru akan terancam.

Baca Juga:  Nahkodai PKS Kota Kendari, La Yuli Siap Pastikan Kader Lebih Solid

“RUU ini harus mampu menjawab sinkronisasi sistem pemidanaan nasional baik secara horizontal terhadap Undang-Undang sektoral maupun secara vertikal terhadap peraturan daerah,” ujar Adang.

Menurutnya, penataan ini sangat penting untuk menghilangkan potensi konflik norma serta disparitas pemidanaan pada berbagai sektor hukum.

Dalam pembahasan, FPKS turut menyoroti reformulasi jenis dan struktur pidana, termasuk penghapusan sebagian ketentuan pidana minimum khusus. Adang menegaskan bahwa perubahan tersebut harus tetap mencerminkan rasa keadilan serta selaras dengan KUHP dan KUHAP.

“Setelah dikaji secara lebih komprehensif, diharapkan tetap selaras dengan KUHP dan KUHAP serta mencerminkan rasa keadilan,” tegasnya.

FPKS juga memberi perhatian pada ketentuan konversi pidana kurungan tunggal menjadi pidana denda. Bagi Adang, kebijakan ini tidak boleh memberi ruang bebas bagi pihak yang berpotensi melanggar hukum, namun tetap mampu mendukung keadilan substantif dan restoratif.

Baca Juga:  Baleg DPR: Usulan RUU Kewarganegaraan Masuk Prolegnas 2025

“Isu ini harus dipastikan tidak memberikan ruang aman bagi pihak yang berpotensi melakukan tindak pidana, namun tetap mampu menghadirkan keadilan restoratif dan substansial,” jelas Adang.

Adang juga mengingatkan pentingnya penyelesaian RUU Penyesuaian Pidana sebelum berlakunya KUHP dan KUHAP baru. Tanpa penyelesaian tepat waktu, akan terjadi ketidakpastian hukum yang berdampak langsung pada aparat penegak hukum.

“Akan terjadi kekosongan pengaturan yang berdampak langsung pada aspek kepastian hukum dan memperbesar risiko disparitas putusan,” pungkasnya.

 

**