HaloSultra.com – Indonesia dikenal dengan kekayaan budaya dan sejarahnya yang beragam. Salah satu warisan budaya yang patut dikenali adalah keraton atau istana kerajaan.

Sebagian orang mungkin beranggapan jika keraton hanya ada di Pulau Jawa seperti Keraton Yogyakarta dan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, serta Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat di Solo,

Padahal masih banyak keraton di luar Pulau Jawa yang juga menyimpan sejarah dan budaya yang tak kalah menarik. Keraton-keraton tersebut bahkan tersebar di Pulau Sumatra, Kalimantan, hingga Sulawesi.

Tentunya, setiap keraton di luar Pulau Jawa tersebut menawarkan daya tarik masing-masing. Baik itu bentuk dan arsitektur, nilai sejarah dan budaya yang penuh makna, hingga berlatar pemandangan alam yang memesona.

Berikut adalah lima keraton di luar Pulau Jawa yang perlu Anda ketahui seperti dikutip dari laman Kemenparekraf:

  • Istana Maimun

Keraton yang berada di Kota Medan ini merupakan peninggalan sejarah Kerajaan Deli yang saat ini dialihfungsikan sebagai museum. Konon, istana ini dibangun sebagai bukti cinta Sultan Ma’mun Al Rashid Perkasa Alamsyah yang memerintah Kerajaan Deli pada 1873-1924 kepada sang permaisuri. Bahkan, nama Istana Maimun diambil dari nama permaisuri sultan yang bernama Siti Maimunah.

Ciri khas bangunan Istana Maimun ada pada arsitekturnya yang megah, dengan memadukan antara corak Eropa, Persia, India, Melayu, dan Indonesia. Perabot istana yang digunakan pun didatangkan langsung dari Belanda dan Inggris.

  • Kedaton Kutai Kartanegara
Baca Juga:  Frekuensi Terbang Ditambah, Super Air Jet Layani Makassar-Baubau Tiap Hari

Berlokasi di belakang Museum Mulawarman, Kalimantan Timur, Kedaton Kutai Kartanegara merupakan bangunan milik Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura yang revitalisasi pada 2001 silam.

Daya tarik dari bangunan baru Kedaton Kutai Kartanegara ada pada desain megah dan arsitektur klasik, namun tetap mengadopsi bentuk istana terdahulu yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Aji Muhammad Alimuddin (1899-1910 M). Bedanya, Kedaton Kutai Kartanegara menghadap arah barat, membelakangi Sungai Mahakam, sedangkan istana terdahulu menghadap Sungai Mahakam.

  • Keraton Sambas

Keraton yang menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Sambas di tepi Kota Sambas, Kalimantan Barat. Bangunan keraton yang dikenal dengan nama Istana Alwatzikhoebillah ini dibangun sejak pemerintahan Sultan Muhammad Mulia Ibrahim pada 1933, dan resmi ditempati pada 1935. Daya tarik bangunan di kawasan Keraton Sambas adalah warnanya kuning megah dan menjadi kawasan cagar budaya.

Berdiri di atas lahan seluas lebih dari 16.000 meter persegi, kawasan Keraton Sambas terdiri dari beberapa bangunan. Seperti dermaga perahu, kantor tempat sultan bekerja, bangunan inti keraton (balairung), serta masjid.

  • Keraton Kadariah

Keraton di luar Pulau Jawa selanjutnya adalah Keraton Kadariah atau Istana Kadariah. Bangunan bersejarah milik Kerajaan Pontianak ini memiliki sejarah pembangunan yang cukup panjang.

Baca Juga:  Lahan Sekitar Same Hotel Kendari Akan Digunakan, Warga Diminta Sepakati Waktu Pindah

Hal ini bermula dari sosok Sayyid Syarif Abdurrahman Aljkadrie yang mencari pemukiman baru, dan akhirnya mendapatkan lokasi yang cukup strategis. Lantas mendirikan Keraton Kadariah, dan menjadi raja pertama di Kerajaan Pontianak.

Daya tarik bangunan Keraton Kadariah ada pada 13 meriam kuno buatan Portugis dan Perancis yang berfungsi sebagai sistem keamanan kerajaan.

Pada bagian dalamnya, Anda juga akan menemukan beberapa koleksi benda bersejarah. Seperti kursi raja, pakaian raja, cermin, keris, hingga meja giok. Menariknya, di Keraton Kadariah juga terdapat Al-Quran yang ditulis langsung oleh Sultan Abdurrahman.

Keraton Buton atau dikenal dengan Benteng Wolio, yang terletak di Kelurahan Melai, Kecamatan Murhum, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara.

Memiliki luas sekitar 23,3 hektare, Benteng Wolio mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai ‘Benteng Terluas di Dunia’.

Meski berada di puncak bukit dan lereng terjal, benteng yang dibangun oleh Raja Buton III, La Sangaji (bergelar Kaimuddin) pada abad ke-16 ini masih bertahan dengan baik.

Keraton sekaligus benteng ini juga masih kokoh dan bertahan dari ancaman musuh dalam kurun waktu lebih dari empat abad.

**