Cegah Thrifting Pakaian Bekas Impor Bukan untuk Mematikan UMKM
Masih segar dalam ingatan, bagaimana pada 2021 pemerintah melalui Kementerian Koperasi & UKM (KemenKopUKM) mendorong proteksi UMKM Indonesia atas praktik crossborder ilegal atau penjualan ritel secara langsung lintas negara. Hal ini tidak lepas dari ancaman strategi predatory pricing yang begitu mematikan bagi UMKM produsen lokal, khususnya para pengrajin dan penjual pakaian muslim.
KemenKopUKM lalu mendorong pelarangan masuk belasan kategori produk impor crossborder dari China melalui digital marketplace pada bulan Mei tahun 2021. Langkah ini terbukti berhasil meningkatkan omset produk UMKM lokal pada kategori produk yang sama. Kejadian ini turut pula menggarisbawahi krusialnya pengaturan harga batas terendah yang boleh diimpor dan penghentian retail online langsung dari luar tanpa izin dalam negeri.
Saga ini masih terus berjalan dengan menggandeng Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam mendorong revisi Permendag 50 Tahun 2020 agar praktik serupa terus ditekan dan dimanage dengan baik. Bukan, ini bukan tentang menyuapi UMKM sehingga jauh dari kata mandiri, ini adalah keberpihakan negara dalam memberikan kesempatan setara untuk berjuang bagi seluruh pelaku usaha di Indonesia.
Tidak berhenti di situ, pemerintah mendorong 40 persen belanjanya dialokasikan semata-mata untuk UMKM. Saat ini sudah terdapat 3,4 juta produk lokal yang terdaftar dalam e-katalog LKPP. Pemerintah menargetkan pada tahun 2023 realisasi belanja produk dalam negeri mencapai sebesar 95 persen atau senilai Rp1,171 triliun.
Apakah pendekatan ini lalu mematikan para pegiat impor? Justru tidak, hal ini merupakan dorongan bagi para importir untuk mengajak mitra globalnya membuat produk di dalam negeri, sebagai upaya distribusi produk impor. Dan ini bukan hanya terjadi pada jenis produk pakaian jadi. Ujungnya tentu saja menciptakan lapangan kerja di dalam negeri, yang secara masif meningkatkan proporsi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), sehingga terus memperkokoh kedaulatan bangsa.
Maka dari itu patut disayangkan jika isu thrifting tidak dilihat secara utuh. Komitmen dan ketegasan pemerintah dalam menyetop impor pakaian bekas adalah bagian dari upaya holistik negara dalam membersamai UMKM-nya, menuju kejayaan jenama-jenama lokal Indonesia yang sejatinya memang sangat menjanjikan.
Sudah ada banyak sekali jenama fashion lokal yang kualitasnya tidak patut diragukan, seperti: Danjyo Hiyoji, Sejauh Mata Memandang, Cotton Ink, Monday to Sunday, Monstore, Nikicio, Toton, Et cetera, Major Minor, Rêves Studio, Erigo, Ssst.id, dan lain-lain, yang bahkan sudah merambah pasar global. Rasanya, dengan opsi sebanyak itu, bukankah lebih baik kita bergandengan tangan melindungi dan mempromosikan produk UMKM lokal kita?
Penulis:
Tb Fiki Satari
Ketua Umum Indonesia Creative Cities Network (ICCN)
Tinggalkan Balasan