KENDARI – Aksan, warga Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) selaku debitur merasa kecewa sekaligus geram usai kendaraan roda dua miliknya ditarik paksa oleh sebuah perusahaan pembiayaan (leasing), NFC Finance.

Penarikan paksa motor milik Aksan yakni Honda CBR 150 itu dilakukan pada Jumat, 19 Januari 2024 tanpa sepengetahuan pemilik kendaraan.

Arogansi perusahaan leasing ini sangat disayangkan. Meskipun Aksan selaku pemilik kendaraan menunggak cicilan pembayaran selama dua bulan.

Namun Aksan telah beritikad baik dengan melakukan pembayaran cicilan selama dua bulan yang tertunggak itu.

Seperti diketahui, perusahaan pembiayaan merupakan perantara kita dengan distributor perusahaan saat terjadi pembelian barang,

Perseteruan Aksan dengan NFC Finance berujung pada laporan polisi dari NFC Finance ke Polsek Poasia pada Jumat 19 Januari 2024.

Aksan mengatakan, alasan tertunggaknya cicilan motornya karena uang yang sejatinya dipergunakan untuk membayar cicilan motor terpaksa dialihkan untuk membiayai pengobatan orang tuanya yang sedang sakit.

“Cicilan tidak dibayarkan kepada pihak leasing karena waktu itu ada kebutuhan mendadak yang membutuhkan dana yaitu pengobatan orang tua. Di saat bulan Januari 2024, tunggakan memasuki masa tiga bulan maka pihak Leasing NSC atas nama Heri menagih kepada saya. Tapi karena kondisi pada saat itu belum memiliki uang untuk membayarkan angsuran, pihak leasing hendak mengambil paksa motor pada Kamis, 18 Januari 2024,” ujar Aksan saat ditemui pada Sabtu (27/1/2024)..

Namun, lanjut dia, upaya pihak pembiayaan itu dihalangi oleh paman Aksan yang bernama Erik.

“Asumsi pihak leasing bahwa motor telah dipindahtangankan kepada pihak lain (Erik) oleh saya tanpa sepengetahuan pihak leasing maka pihak leasing melaporkan kasus tersebut kepada Polsek Poasia pada Jumat, 19 Januari 2024,” imbuhnya.

Baca Juga:  Putusan MK: Pemilu Nasional-Daerah Dipisah, Jeda Maksimal 2,6 Tahun

Pada Jumat 19 Januari 2024, Aksan membayarkan tunggakan motor sebanyak dua bulan. Namun, pada pukul 12.00 WITA, personel Polsek Poasia mengambil paksa motor CBR 150 di City Hotel untuk dibawa ke Polsek Poasia mengunakan mobil bak terbuka.

Pukul 19.00 WITA, Erik dan Aksan mendatangi Polsek Poasia. Menyusul kemudian pihak pembiayaan juga datang.

“Pada saat pertemuan tidak ada kegiatan mediasi atau penyelesaian secara kekeluargaan namun pihak leasing menekan saya untuk menyerahkan unit Honda CBR 150 tersebut kepada leasing karena telah melangar kontrak dimana saya dianggap telah memindahtangankan tanpa sepengetahuan pihak leasing. Saya telah menjelaskan ulang bahwa motor tersebut batal dipindahtangankan dan saya sendiri telah membayar tunggakan cicilan sebanyak dua bulan. Namun pihak leasing tidak mau menerima penjelasan dari saya dan Erik. Pihak leasing tetap berniat mengambil paksa motor CBR 150 tersebut dan mengembalikan dua bulan cicilan kepada saya,” beber Aksan.

Atas keinginan pihak NFC Finance tersebut, Aksan dan Erik tidak mau menerima dan meminta kepada pihak Polsek Poasia untuk melanjutkan kasus sampai ke pengadilan karena pihak pembiayaan dinilai arogan, mau menang sendiri, dan memanfaatkan kelalaian nasabah yang dimana kelalaian tersebut dapat diselesaikan tanpa ada masalah.

“Pihak leasing terlalu dini memvonis saya telah melakukan tindak kriminal tanpa ada putusan hukum dan berusaha menguasai unit Honda CBR 150 tersebut tanpa ada ganti rugi yang diberikan kepada saya,” timpal Aksan.

Anggota Polsek Poasia, Samidi yang melakukan pengambilan paksa kendaraan milik Aksan mengatakan, alasan pengambilan kendaraan karena Aksan melakukan pemindahtanganan kendaraan kepada pamannya yang bernama Erik.

Baca Juga:  Pengadilan Dapati Tambak Warga Morosi Tercemar Akibat Aktivitas Peleburan Nikel

“Motor CBR milik Pak Aksan dipindahtangankan ke pihak lain,” kata Samidi.

Ditanya perihal apakah penyitaan kendaraan itu dibekali surat perintah atau tidak, Samidi enggan menjawab.

Sementara itu, pihak NFC Finance yang dihubungi media ini tidak memberikan respons apapun.

Dikutip dari laman pajak.com, praktik penarikan paksa kendaraan oleh pihak leasing ini, seharusnya mengacu pada payung hukum yang telah ditetapkan pemerintah, salah satunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Dalam aturan ini, dijelaskan bahwa fidusia merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan, dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

Mengerucut pada pasal 15 ayat (2) dan diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019, dimaknai bahwa terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cedera janji atau wanprestasi dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Dengan demikian, pihak kreditur atau perusahaan pembiayaan dapat menarik kendaraan yang menjadi objek jaminan fidusia jika ada kesepakatan atau pengakuan mengenai wanprestasi, disertai kesukarelaan debitur untuk menyerahkan kendaraan tersebut.

Artinya, jika kedua syarat itu tidak terpenuhi dan pengambilan kendaraan dilakukan secara paksa, baik leasing dan debt collector dapat diancam telah melakukan perbuatan pidana seperti perbuatan tidak menyenangkan (Pasal 335 KUHP jo Pasal 55 KUHP) dan pencurian dengan kekerasan (Pasal 365 jo Pasal 55 KUHP).

**