JAKARTA – Ketua Badan Urudan Rumah Tangga (BURT) DPR RI Agung Budi Santoso mendorong agar dibentuknya Rancangan Undang Undang mengenai Satu Data.

Pasalnya, untuk mengakses informasi dari suatu lembaga Indonesia sejauh ini masih memiliki proses berbelit-belit. Terlebih, pemerintah memiliki 2700 pusat data yang tersebar di 630 Kementerian/Lembaga dan Pemda, dan ada sekitar 2.700 pusat data dengan 27.000 aplikasi yang dioperasikan.

“Sehingga perbedaan data antara berbagai sumber informasi menjadi salah satu akar permasalahan, terutama antar lembaga pemerintah,” ucapnya belum lama ini.

“Nah tentunya ini bisa terjadi, datanya tidak sama. Untuk satu objek yang sama datanya enggak sama. Nah sehingga ini tentunya akan menyulitkan para pengambil kebijakan. Untuk membuat keputusan tepat,” sambung Agung.

Baca Juga:  Beri Kemudahan, Mess Pemprov di Jakarta Kini Miliki ATM Bank Sultra

Maka dari itu, dirinya kemudian berinisiasi untuk mencoba membuat satu Undang Undang tentang satu data. Hal itu agar data terdapat dapat dalam satu bank data secara nasional dan dapat diakses oleh siapapun.

“Perlu (satu) data itu untuk memberikan bantuan sosial kita, perlu (satu) data ini supaya tujuannya tepat dan masyarakat juga langsung bisa merasakan manfaatnya. Tentunya ini masih perlu proses yang panjang. Kami juga masih memerlukan diskusi diskusi ya dari berbagai akademisi untuk memperkaya,” katanya.

Dia berharap agar prosesnya lebih cepat agar segera dijadikan Undang Undang sehingga, ini menjadi satu kebijakan atau satu produk yang tentunya akan memudahkan kita semua para pengambil kebijakan baik pusat maupun daerah. Nantinya diharapkan keputusan yang diambil kebijakan yang diambil akan lebih tepat lebih akurat.

Baca Juga:  RSUD Antero Hamra Kini Layani Pasien Peserta BPJS Kesehatan

“Perlu (satu) data itu untuk memberikan bantuan sosial kita, perlu (satu) data ini supaya tujuannya tepat dan masyarakat juga langsung bisa merasakan manfaatnya,” terang Agung Budi Santoso .

Ia menjelaskan bahwa terjadi dinamika pembahasan satu data dalam diskusi yang ada sebelumnya. Di antaranya yakni terhimpunnya berbagai masukan maupun perdebatan tentang perlu tidaknya ini menjadi undang undang. “Terus kemudian masih ada (masalah) egosentris, yang mereka tidak mau berbagi,  merasa data ini dia mencari,” imbuhnya.

Meski demikian, ia optimistis nantinya akan ada kesepakatan agar perlu dibuat Undang Undang dan menjadi patokan pedoman bagi pengambil kebijakan untuk mengambil datanya dari itu.

**