KENDARI – Harga komoditas Nilam di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) merosot tajam ke angka Rp650 ribu per kilogram.

Padahal sebelumnya, harga Nilam masih di kisaran angka Rp800 ribu per kilogram. Bahkan harga Nilam sempat menyentuh angka Rp2,5 juta per kilogram.

Kepala Dinas Perkebunan dan Holtikultura Sultra, La Ode Muhammad Rusdin Jaya menyebutkan, hingga kini fluktuasi harga Nilam masih menjadi sorotan dan tantangan serius.

Terlebih lagi adanya pengepul Nilam yang sering menaikturunkan harga beli di tingkat petani. Akibatnya, meski produksi cukup melimpah, petani tidak selalu menikmati keuntungan yang stabil.

Baca Juga:  Gelar Bukber, KADIN Sultra Santuni Ratusan Anak Panti Asuhan dan Pondok Pesantren

“Pembeli terbesar Nilam kita itu ada di dua negara, India dan Prancis. Karena pembeli dari dua negara ini cukup besar, ada kaki tangan mereka yang mengumpulkan Nilam langsung dari petani. Di sinilah harga sering dimainkan,” kata Rusdin Jaya dikutip Tribunnews, Kamis (10/7/2025).

Dinas Perkebunan dan Holtikultura Sultra kemudian mendorong petani untuk meninggalkan pola budidaya konvensional yang rata-rata dilakukan selama ini.

“Saya berharap petani mulai meninggalkan cara lama, seperti proses pembukaan lahan, penanaman, hingga pasca panen,” ujarnya.

Baca Juga:  BPS Catat Nilai Ekspor Sultra Naik 15,68 Persen pada Maret 2025

Para petani digarapkan menjadikan tanaman Nilam sebagai tanaman sela. Agar petani juga bisa menanam jagung atau tanaman lain sehingga bisa memperoleh nilai ekonomis ganda.

Meski demikian, campur tangan pemerintah dalam penetapan harga pasar, kata Rusdin, juga sangat penting untuk kesejahteraan petani.

“Kita berharap Nilam ini nanti bisa seperti jagung, gabah, atau ubi yang sudah ditetapkan harga pasarnya oleh pemerintah,” katanya.

“Dengan begitu, petani Nilam punya jaminan harga dan tidak terus dirugikan oleh permainan harga di tingkat pengumpul,” imbuhnya.

 

**