Hadirkan Ombudsman, DPMPTSP Sultra Gelar Rakor Identifikasi dan Analisis Pelayanan Publik
KENDARI – Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar Rapat Kordinasi (Rakor) Penerapan PTSP se-Sultra dalam rangka identifikasi dan analisis pelayanan publik terkait penyelenggaraan perizinan dan non perizinan.
Rakor yang menghadirkan Kepala Kantor Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Provinsi Sultra, Mastri Susilo sebagai narasumber tersebut digelar di salah satu hotel di Kota Kendari, Rabu (15/3/2023).
Kepala Bidang Pengaduan, Kebijakan dan Pelaporan Layanan DPMPTSP Sultra, Budiman menyampaikan rakor tersebut diikuti oleh perwakilan DPMPTSP se-Sultra.
“Terkait jumlah perizinan yang diterbitkan di 17 kabupaten/kota, terutama yang berada di aplikasi, kendala yang selama ini teman-teman hadapi di daerah adalah terkait jaringan dan SDM, sehingga menjadi keterbatasan,” jelasnya.
Budiman juga berharap layanan perizinan sedapat mungkin diakses melalui online, dan tidak ada lagi sistem manual. Kendati tak ada jaminan sistem online lebih baik, namun data dapat terjaga.
“Kalau sistem online, datanya terinput, jika memang terpenuhi pasti akan tercentang,” imbuh Budiman.
Sementara itu, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sultra, Mastri Susilo menjelaskan penilaian Ombudsman pada tahun 2022 terkait standar pelayanan publik, pihaknya menilai dari 4 indikator yaitu input, proses, output dan pengolah pengaduan.
“Di input itu kita melakukan wawancara dan observasi terkait dengan kompetensi penyelenggara pelayanan publik, dan pemanahaman tentang sarana prasarana,” ujarnya.
Mastri Susilo juga menjelaskan, selain melakukan langkah-langkah tersebut, pihaknya juga mengecek dokumen-dokumen yang telah tersedia.
Sedangkan pada aspek proses, pihaknya akan melakukan pemantauan terhadap temuan standar pelayanan.
“Yang ketiga terkait output, kita melakukan wawancara terhadap masyarakat yang melakukan pengaduan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Mastri Susilo mengungkapkan, dari empat indikator tersebut, rata-rata dari kompetensi penyelenggara layanan publik masih minim.
“Termaksud pengolahan pengaduan itu juga masih rendah,” ungkapnya. *
Tinggalkan Balasan