MAGELANG – Arsjad Rasjid, selaku Ketua Umum KADIN Indonesia dan juga Ketua ASEAN Business Advisory Council (ASEAN-BAC), telah mencapai kesepakatan dengan para Menteri Ekonomi di kawasan ASEAN mengenai lima isu prioritas ASEAN-BAC.

Kesepakatan ini dicapai melalui partisipasi ASEAN-BAC dalam acara ASEAN Economic Ministers (AEM) Retreat 2023 pada 20-22 Maret 2023 di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Dalam pertemuan ini, lima prioritas yang disampaikan untuk penyelesaian isu perekonomian dan perdagangan di kawasan ASEAN meliputi transformasi digital, pembangunan berkelanjutan, kesehatan, ketahanan pangan, serta perdagangan dan investasi.

Lima aspek ini akan tertuang dalam legacy projects ASEAN-BAC, yaitu Digital Lending Platform, ASEAN Net Zero Hub, Carbon Center of Excellence, ASEAN Business Entity, ASEAN One Shot Campaign, dan Inclusive Closed-Loop Model for Agricultural Product.

“Melalui legacy projects, kami juga berkomitmen untuk mengoptimalkan kawasan ASEAN dan mendukung tujuh Priority Economic Deliverables (PED), salah satunya adalah pembentukan unit pendukung Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) untuk menjadi wadah dalam melakukan aktivitas perekonomian dan perdagangan yang inklusif dan mampu mengakomodasi kepentingan bisnis termasuk melakukan fasilitasi transfer teknologi dan investasi di wilayah tersebut,” ujar Arsjad melalui keterangan resminya, Jumat (24/3/2023).

Melalui pertemuan ini, Arsjad juga menyatakan bahwa inisiatif prioritas isu ASEAN-BAC telah didukung oleh seluruh Menteri Ekonomi di Kawasan ASEAN dengan tujuan mewujudkan kemitraan ekonomi ASEAN yang terintegrasi, terhubung, dan berkelanjutan.

Penting untuk dicatat bahwa menurut data dari Sekretariat ASEAN, perdagangan intra-ASEAN hanya menyumbang 23,5 persen dari total perdagangan kawasan pada tahun 2019, sementara 76,5 persen sisanya adalah dengan mitra eksternal. Menurut Arsjad, terdapat tiga tantangan yang dihadapi oleh ASEAN.

Pertama, prevalensi hambatan non-tarif di wilayah ini semakin meningkat. Kedua, digitalisasi inisiatif ASEAN Single Window (ASW) masih perlu diperbaiki, dan ketiga adalah perlunya peningkatan mobilitas tenaga kerja terampil di wilayah ASEAN.

Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang efektif untuk menghapus hambatan non-tarif dan meningkatkan perdagangan dalam ASEAN. Investasi dalam teknologi mutakhir dan koordinasi prosedur kepabeanan regional perlu dilakukan agar manfaat ASW dapat dimaksimalkan.

Selain itu, harmonisasi Mutual Recognition Agreements ASEAN dibutuhkan untuk menciptakan pasar tenaga kerja ASEAN yang terintegrasi, mengingat peraturan yang berbeda-beda antara negara anggota.

Di samping itu, negara-negara ASEAN harus membangun komunitas ekonomi dengan pendekatan people to people dan business to business. Ia mengatakan bahwa hal ini dapat mempercepat transformasi kawasan melalui sentralitas, inovasi, dan inklusivitas.

Di samping itu ia turut menekankan pentingnya inklusivitas dengan kata-kata “we cannot leave anybody behind”, dan menambahkan bahwa kuncinya adalah inovasi dan bagaimana kita mampu menciptakannya.

Selama satu bulan terakhir, ASEAN-BAC telah melakukan roadshow ke beberapa negara ASEAN untuk berdiskusi dan mencapai kesepakatan. Meskipun begitu, pihaknya tetap membuka diri terhadap masukan dari para pelaku usaha di ASEAN. Ia menambahkan bahwa nantinya akan ada pertemuan para menteri pada bulan Mei untuk membahas hasil diskusi tersebut.

Dengan populasi sejumlah 700 juta jiwa dan pertumbuhan ekonominya mencapai rata-rata 5,5 persen, ASEAN memiliki komunitas yang kuat di dunia. Oleh karena itu, “ASEAN-BAC berkomitmen untuk memajukan sentralitas ASEAN serta mempromosikan inklusivitas yang lebih besar dalam perdagangan di bawah kepemimpinan ASEAN–BAC Indonesia,” tutup Arsjad. **